Jejak Maritim Kerajaan Sriwijaya bukan hanya mencerminkan kejayaan politik di daratan Sumatra, tetapi juga simbol kecanggihan maritim Nusantara yang menghubungkan pelabuhan-pelabuhan strategis di Asia Tenggara.


Pusat Kekuasaan Maritim Sumatra

Jejak Maritim Kerajaan Sriwijaya bermula di sekitar abad ke-7 M, ketika kerajaan ini tumbuh di wilayah yang kini dikenal sebagai Palembang. Letaknya di sepanjang Sungai Musi memberikan akses langsung ke Selat Malaka. Dari sinilah kekuatan maritim Sriwijaya dibangun. Mereka memanfaatkan aliran sungai dan laut sebagai sarana distribusi ekonomi, ekspansi budaya, dan pengaruh diplomatik.

Kekuatan militer laut mereka terkenal tangguh. Dalam berbagai catatan kuno, termasuk prasasti Kedukan Bukit dan laporan peziarah Tiongkok I-Tsing, disebutkan bahwa Sriwijaya mengontrol perdagangan laut dengan sistem pungutan dan proteksi atas kapal-kapal yang melewati wilayahnya.


Jalur Rempah dan Perdagangan Internasional

Jejak Maritim Kerajaan Sriwijaya sangat terlihat dalam dominasinya atas jalur rempah. Sumatra dikenal sebagai pulau penghasil komoditas langka seperti kapur barus, damar, dan emas. Produk-produk ini diperdagangkan dengan pedagang India, Persia, Tiongkok, hingga Jazirah Arab.

Selain rempah, komoditas laut seperti teripang, kerang mutiara, dan ikan kering menjadi sumber penting bagi kekayaan kerajaan. Sriwijaya tidak hanya menjual produk, tetapi juga menjadi pusat transit dan distribusi untuk produk dari Jawa, Kalimantan, bahkan Sulawesi.


Laut Sebagai Identitas Budaya

Laut bagi masyarakat Sriwijaya tidak hanya berfungsi sebagai jalur transportasi, tetapi juga sebagai bagian dari kehidupan spiritual dan budaya. Dalam berbagai relief dan prasasti, simbolisme laut sering dikaitkan dengan dewa-dewa pelindung, keseimbangan kosmos, dan kesucian.

Candi-candi seperti Muara Takus dan Biaro Bahal yang berdiri tidak jauh dari aliran sungai besar menunjukkan bahwa konsep kekuasaan kerajaan pun berakar dari hubungan sakral dengan air. Kapal-kapal tradisional besar, seperti jong, digunakan untuk ekspedisi dagang maupun ritual.


Konektivitas Diplomatik Melalui Laut

Sriwijaya sangat aktif menjalin hubungan luar negeri. Mereka mengirim utusan ke Tiongkok selama berabad-abad untuk menjalin persekutuan dagang dan keagamaan. Catatan Dinasti Tang dan Song menyebut Sriwijaya sebagai “negara laut besar yang kaya dan berbudaya.”

Hubungan Sriwijaya dengan kerajaan India dan Asia Selatan juga intens, khususnya dalam pertukaran pemikiran Buddhis. Banyak pelajar dari Asia Timur transit di Sriwijaya untuk belajar agama dan bahasa Sanskerta sebelum melanjutkan ke India.


Teknologi dan Arsitektur Maritim

Salah satu bukti keunggulan Sriwijaya dalam maritim adalah teknologi perkapalannya. Kapal-kapal Sriwijaya dikenal besar, tahan gelombang, dan memiliki sistem navigasi yang canggih untuk zamannya. Mereka mampu menjelajah Samudra Hindia dan mencapai pesisir Madagaskar.

Di pelabuhan mereka, Sriwijaya memiliki sistem galangan kapal dan titik karantina bagi barang dan awak kapal. Struktur sosialnya pun menyatu dengan kehidupan pelabuhan: pedagang, pelaut, juru bahasa, hingga pengrajin kapal adalah bagian penting dari sistem ekonomi maritim.


Runtuhnya Poros Maritim

Kejayaan Sriwijaya mulai memudar sekitar abad ke-13 M akibat serangan dari Kerajaan Chola (India Selatan), naiknya pengaruh Majapahit di Jawa, serta berubahnya rute dagang akibat perpindahan kekuatan ekonomi ke arah utara.

Namun, jejak maritim Kerajaan Sriwijaya tidak pernah benar-benar hilang. Hingga kini, tradisi pembuatan kapal di Palembang, festival perahu di Sungai Musi, serta berbagai artefak laut di museum dan situs purbakala terus menghidupkan kembali kejayaan tersebut.


Laut Sebagai Warisan Sriwijaya

Jejak Maritim Kerajaan Sriwijaya

Jejak Maritim Kerajaan Sriwijaya adalah cerminan bagaimana masyarakat Sumatra sejak dahulu memahami laut sebagai pusat kehidupan, bukan batas wilayah. Dari laut, Sriwijaya membangun kejayaan, menyebarkan pengaruh, dan mewariskan identitas maritim yang masih terasa hingga hari ini. Saat kita melihat Sumatra dalam konteks sejarah, laut adalah benang merah yang mengikat seluruh peradaban pesisir di Nusantara.

Visited 1 times, 1 visit(s) today

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close Search Window
Close