Saat melangkah ke halaman Museum Bahari Banda Aceh, banyak orang tak menduga betapa kaya kisah yang terpendam di balik dindingnya. Letaknya memang tak terlalu mencolok, namun di dalam bangunan inilah bersemayam cerita panjang kejayaan maritim Aceh yang dulu menggetarkan Selat Malaka dan membuat bangsa asing menoleh ke ujung barat Sumatera.

Jejak Maritim Aceh yang Nyaris Terlupa

Jauh sebelum kapal-kapal modern melintas di lautan, Aceh telah dikenal sebagai negeri pelaut ulung. Jalur dagang rempah membawa para pedagang Arab, Gujarat, Tiongkok, hingga Portugis singgah di pelabuhan Aceh. Kala itu, Kesultanan Aceh Darussalam berkuasa, membangun armada laut yang disegani, dan menjadi pusat rempah dunia.

Namun, waktu berjalan. Pelabuhan-pelabuhan ramai perlahan sepi. Kisah kejayaan Aceh sebagai negeri bahari nyaris tertutup kabut zaman. Dari keinginan melestarikan sejarah itulah lahir Museum Bahari Banda Aceh.

Sejarah Singkat Museum Bahari Banda Aceh

Museum Bahari Banda Aceh berdiri sekitar tahun 2010. Ia bukan sekadar ruang pajangan benda-benda lama, melainkan tempat yang dibangun untuk:

  • Merawat ingatan kolektif rakyat Aceh tentang masa jaya maritim mereka.
  • Mengajarkan generasi muda akan pentingnya lautan.
  • Memberikan ruang edukasi mitigasi bencana laut, terutama pasca tsunami 2004.

Letaknya di kompleks Museum Tsunami Aceh di Jl. Cut Nyak Dien, Banda Aceh. Namun Museum Bahari berdiri sebagai unit tersendiri, khusus untuk kisah bahari.

Apa Saja yang Ada di Museum Bahari Banda Aceh?

Begitu melangkah ke dalam museum, suasana langsung membawa pengunjung seolah naik mesin waktu ke masa ratusan tahun lalu. Apa saja koleksi menarik di sana?

Miniatur dan Replika Kapal

Salah satu koleksi paling menonjol adalah miniatur kapal-kapal tradisional Aceh. Ada perahu pliek u, kapal besar yang konon dipakai berlayar hingga ke Timur Tengah. Ada pula perahu jukung yang biasa digunakan nelayan mencari ikan di pinggir pantai.

Detail ukiran di miniatur ini sungguh memesona. Hiasan di lambung kapal memperlihatkan estetika seni Aceh yang sarat filosofi. Beberapa perahu bahkan dipajang dalam ukuran asli di halaman museum.

Alat Tangkap Ikan Tradisional

Bagi yang penasaran bagaimana nelayan Aceh bekerja, di sini tersedia berbagai alat tangkap ikan. Mulai dari bubu (keranjang penangkap ikan), pukat harimau, hingga pancing kuno dengan teknik sederhana.

Semua koleksi dilengkapi keterangan cara pemakaian, bahan pembuatannya, dan wilayah laut tempat alat itu digunakan. Bagi anak-anak, ini jadi pengetahuan baru tentang cara hidup masyarakat pesisir.

Alat Navigasi Laut

Aceh di masa silam bukan hanya sekadar punya kapal. Mereka juga menguasai ilmu navigasi. Museum menyimpan kompas tua, astrolabe (alat untuk melihat bintang agar kapal tak tersesat), serta peta jalur perdagangan maritim Kesultanan Aceh.

Peta-peta itu menjadi bukti bahwa Aceh bukan negeri terpencil, melainkan salah satu simpul penting dalam jaringan perdagangan global.

Artefak Perdagangan

Koleksi lain yang tak kalah menarik adalah berbagai artefak perdagangan:

  • Koin kuno Kesultanan Aceh.
  • Dokumen perdagangan rempah.
  • Timbangan kecil untuk menghitung harga lada atau cengkeh.

Aroma rempah kering yang masih tersisa di beberapa koleksi seakan membawa pengunjung kembali ke hiruk pikuk pasar pelabuhan Aceh tempo dulu.

Kisah Tsunami 2004

Salah satu sudut museum didedikasikan untuk kisah tsunami 2004. Foto kapal nelayan yang terdampar puluhan kilometer ke daratan menjadi pengingat keras betapa laut bisa berubah murka. Ada juga video dokumenter yang merekam momen-momen penuh duka, sekaligus semangat warga Aceh untuk bangkit.

Bagian ini tak hanya bercerita tentang tragedi, tetapi juga memberi edukasi soal pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana laut.

Kegiatan Edukatif di Museum

Museum Bahari Banda Aceh tak pernah sepi kegiatan. Kadang terdengar suara anak sekolah yang sedang tur edukasi, sesekali digelar workshop membuat miniatur kapal, atau pameran foto bertema bahari.

Bagi warga lokal, museum ini bukan sekadar tempat wisata. Ia menjadi ruang belajar dan penjaga memori kolektif. Bagi wisatawan, Museum Bahari Banda Aceh adalah jendela untuk memahami siapa Aceh sebenarnya: bangsa pelaut yang tangguh.

Kenapa Museum Bahari Penting?

Museum Bahari Banda Aceh punya makna besar:

Merawat sejarah – agar anak cucu tak lupa bahwa Aceh dulu negeri maritim yang diperhitungkan dunia.
Mendidik masyarakat – tentang budaya pesisir dan pentingnya menjaga laut.
Menjadi wisata edukasi – yang unik, berbeda dari museum lain.
Mengajarkan mitigasi bencana laut – agar tragedi tsunami tak terulang dengan korban lebih besar.

Museum Bahari Banda Aceh bukan hanya deretan barang tua. Ia adalah penjaga kisah tentang kapal, pelaut, dan samudra yang dulu menjadikan Aceh poros perdagangan dunia. Setiap sudut museum memancarkan semangat maritim yang pernah begitu membanggakan.

Bila suatu hari kaki melangkah ke Banda Aceh, sempatkan singgah ke museum ini. Karena di sanalah, laut Aceh masih bercerita lewat kayu perahu, peta lusuh, dan deru ombak yang tak pernah padam dalam ingatan.

Museum Adityawarman, Menyelami Bahari, Kebudayaan Minangkabau, Sejarah Kolonial, dan Etnografi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close Search Window