Menyusuri Jejak Sejarah

Kilas balik kejayaan maritim Majapahit, kerajaan yang menjadikan Nusantara pusat lautan Asia. Kisah kapal jong, pelabuhan sibuk, dan diplomasi lintas samudera. Bayangkan kita berdiri di tepi Pelabuhan Tuban pada abad ke-14. Udara pesisir terasa lembap, memadukan aroma laut, rempah, dan kayu basah. Di kejauhan, kapal-kapal besar berlayar dengan layar terkembang, lambungnya tinggi dan perkasa, dikenal sebagai jong Majapahit.

Inilah masa ketika laut bukan sekadar hamparan air asin, melainkan panggung utama kejayaan Nusantara. Di balik gemuruh ombak, terjalin kisah tentang perdagangan, kekuasaan, dan diplomasi yang melintasi pulau-pulau tropis.

Laut, Urat Nadi Kerajaan

Maritim Majapahit tidak lahir dalam kekosongan. Ia berdiri di tanah subur yang dikelilingi jalur laut strategis. Laut menjadi urat nadi yang mengalirkan emas, cengkih, lada, kayu cendana, bahkan kain sutra. Setiap ombak membawa peluang dan tantangan, sekaligus membuka pintu bagi kerajaan ini untuk menjelma menjadi pilar di lautan Asia Tenggara.

Maritim Majapahit memanfaatkan posisinya sebagai simpul perdagangan. Barang dari Tiongkok, Gujarat, hingga Timur Tengah berputar di pelabuhan-pelabuhannya. Laut bukan sekadar batas wilayah—lautan adalah jalannya menuju kejayaan.

Armada Jong yang Menakjubkan

Sejarawan, baik lokal maupun asing, kerap menyebut jong Majapahit. Kapal-kapal ini bukan sekadar alat angkut, melainkan lambang kekuatan maritim. Konon, satu jong bisa mengangkut hingga ratusan ton muatan. Bentuknya tinggi, lambungnya lebar, dirancang untuk menghadapi gelombang besar.

Tetapi jong bukan hanya soal ukuran. Kapal-kapal ini juga menjadi saksi perjalanan Maritim Majapahit menaklukkan jalur rempah. Mereka mengangkut komoditas, tentara, bahkan utusan diplomatik. Gajah Mada, sang Mahapatih, banyak mengandalkan kekuatan armada ini untuk menjalankan ambisinya mempersatukan Nusantara.

Hiruk Pikuk Pelabuhan

Pelabuhan-pelabuhan Majapahit bukan sekadar tempat kapal bersandar. Bayangkan Tuban yang riuh dengan suara pedagang menawar harga. Atau Gresik, di mana bahasa Melayu, Tionghoa, dan Gujarat saling bertabrakan di udara, menciptakan simfoni dagang.

  • Tuban jadi pusat ekspor hasil bumi dan kerajinan.
  • Gresik ramai didatangi saudagar asing.
  • Surabaya berperan sebagai pintu masuk ke jantung kerajaan.
  • Canggu menghubungkan sungai dan darat dengan lautan.

Pelabuhan Maritim Majapahit bukan hanya titik ekonomi. Di sana, budaya asing menetes masuk, memberi warna baru pada bahasa, seni, bahkan kuliner.

Diplomasi di Atas Gelombang

Di balik layar kejayaan maritim, ada tokoh visioner: Gajah Mada. Sumpah Palapa bukan hanya soal ambisi politik, tetapi juga strategi maritim. Armada jong Majapahit menjadi perpanjangan tangan untuk diplomasi.

Bukan sekali dua Maritim Majapahit mengirim armada ke kerajaan lain. Ada ekspedisi ke Sumatra, penaklukan wilayah di Semenanjung Malaya, hingga pengamanan Selat Malaka. Semua demi memastikan Nusantara berada di bawah satu panji.

Diplomasi Maritim Majapahit berjalan di atas dek kapal. Terkadang dengan kesepakatan damai, tak jarang pula dengan dentang senjata.

Ekonomi Laut yang Mengalirkan Kekayaan

Laut memberi Majapahit lebih dari sekadar jalur militer. Dari lautan, mengalir kekayaan yang luar biasa. Pajak atas kapal asing, keuntungan dagang, serta pengaruh politik menjadi sumber kejayaan.

Tak heran jika pada puncak kejayaannya, Majapahit menjadi magnet bagi saudagar dari berbagai penjuru dunia. Bahkan, nama Majapahit kerap disebut dalam catatan pedagang Tiongkok, Persia, dan India.

Bukti Jejak Kejayaan

Meski zaman berganti, jejak maritim Majapahit tidak lenyap. Relief kapal di Candi Panataran masih berdiri, memperlihatkan kapal besar berlayar gagah. Negarakertagama mencatat wilayah kekuasaan yang seolah tak berujung, sebagian besar terhubung lewat lautan.

Sumber Tiongkok pun mencatat armada Maritim Majapahit sebagai salah satu yang terkuat di Asia Tenggara. Ini menjadi saksi bahwa Majapahit bukan hanya kerajaan agraris, tetapi juga kerajaan maritim sejati.

Pelan-pelan Meredup

Namun, roda sejarah tak pernah berhenti berputar. Setelah masa Hayam Wuruk dan Gajah Mada, konflik internal mulai mengguncang Majapahit. Banyak daerah melepaskan diri, pelabuhan satu per satu berpindah tangan.

Belum lagi kedatangan bangsa Eropa, dengan kapal lebih besar dan senjata lebih canggih. Perlahan, dominasi laut Majapahit meredup, meski namanya tetap harum sebagai pilar lautan Nusantara.

Sejarah maritim Majapahit bukan sekadar cerita kapal besar atau pelabuhan sibuk. Ia adalah kisah bagaimana Nusantara pernah berdiri gagah di antara ombak dunia. Maritim Majapahit mengajarkan bahwa laut bisa menjadi sahabat sekaligus ujian. Dan di sanalah, jejak kejayaan Nusantara terpatri selamanya.

Menyelami Kisah Museum Bahari Banda Aceh, Jejak Laut, Kapal, dan Sejarah yang Terlupakan
Visited 1 times, 1 visit(s) today

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close Search Window