Paruh besar fondasi kedaulatan maritim Indonesia lahir dari kerja panjang para diplomat dan ahli hukum laut. Di antara nama-nama itu, Hasjim Djalal menonjol sebagai figur yang konsisten memperjuangkan kepentingan Indonesia di forum internasional—terutama konsep negara kepulauan yang kini menjadi nyawa struktur wilayah kita. Tulisan ini merangkum kontribusi, gagasan, dan warisan pemikiran Hasjim Djalal dalam bahasa yang ringkas namun substansial, dengan fokus pada relevansi praktisnya bagi tata kelola laut Indonesia hari ini.
Daftar isi
Siapa Hasjim Djalal dan Mengapa Beliau Penting?
Bagi banyak orang, laut “menghubungkan”—dan itulah inti perjuangan Hasjim Djalal: memastikan laut antarpulau Indonesia diakui sebagai pemersatu ruang. Beliau dikenal sebagai akademisi, negosiator, dan konseptor kebijakan kelautan yang menginsipirasi generasi perumus hukum laut nasional. Peran Hasjim Djalal tak melulu di atas kertas; gagasan dan diplomasi yang ia jalankan berdampak langsung pada peta politik, ekonomi, dan keamanan maritim Indonesia.
Intinya: tanpa kerja konsisten tokoh-tokoh seperti Hasjim Djalal, Indonesia mungkin tidak memiliki kepastian hukum sekuat sekarang ketika berbicara tentang garis pangkal kepulauan, perairan kepulauan, hak lintas, ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif), dan landas kontinen.
Konsep Negara Kepulauan: Laut sebagai “Pemersatu”, Bukan “Pemisah”
Sebelum konsep ini diterima luas, laut di antara pulau-pulau kerap dipandang sebagai pemisah wilayah. Hasjim Djalal ikut menegaskan argumentasi bahwa, bagi Indonesia, laut adalah pengikat. Konsep archipelagic state mengizinkan penarikan garis pangkal kepulauan yang menghubungkan titik-titik terluar pulau, sehingga perairan di dalamnya berada di bawah kedaulatan Indonesia—dengan tetap menjamin hak lintas yang diatur.
Dampaknya konkret:
- Kepastian hukum wilayah: mempertegas batas kedaulatan dan yurisdiksi maritim.
- Konektivitas: laut menjadi jaringan transportasi nasional yang sah dan terlindungi.
- Pengelolaan sumber daya: menjadi dasar kuat untuk mengelola perikanan, migas, dan mineral dasar laut secara berkelanjutan.
Dalam arsitektur hukum laut modern, kerja intelektual dan diplomasi Hasjim Djalal berkontribusi membuat narasi ini dapat diterima komunitas internasional.
UNCLOS dan Penguatan Kedaulatan Maritim Indonesia
Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) menyediakan “konstitusi laut” dunia. Hasjim Djalal dikenal luas sebagai pakar yang piawai menerjemahkan kepentingan Indonesia ke dalam bahasa hukum internasional. Beberapa konsekuensi strategis bagi Indonesia:
- ZEE 200 mil: memberikan hak berdaulat untuk eksplorasi dan eksploitasi sumber daya hayati dan non-hayati.
- Landas kontinen: melindungi hak kita atas cadangan hidrokarbon dan mineral di bawah dasar laut.
- Rezim lintas: menyeimbangkan kedaulatan Indonesia dengan keterbukaan jalur pelayaran internasional—krusial bagi perdagangan global.
Dengan bekal konsep negara kepulauan, Hasjim Djalal membantu memastikan Indonesia tidak sekadar “ikut” UNCLOS, tetapi tampil sebagai arsitek yang ide-idenya menjadi acuan.
Baca Juga:
5 Tokoh Bahari Nusantara yang Terlupakan
Diplomasi Preventif: Workshop Laut Tiongkok Selatan (Track-2)
Satu lagi jejak penting Hasjim Djalal adalah upaya merawat stabilitas kawasan melalui diplomasi jalur kedua (Track-2). Lewat serangkaian lokakarya, para ahli dan pemangku kepentingan dari negara-negara berkepentingan duduk bersama mengurai isu teknis: data oseanografi, penelitian bersama, konservasi, hingga pencegahan insiden.
Mengapa ini relevan? Karena di kawasan yang sensitif, membangun rasa saling percaya dan prosedur teknis bersama sering kali lebih efektif menurunkan tensi dibanding retorika politik. Di sinilah kontribusi Hasjim Djalal terlihat: beliau menata forum yang berorientasi solusi dan berjangka panjang.
Dampak Ekonomi Biru: Dari Perikanan ke Energi

Kerangka hukum yang diperjuangkan Hasjim Djalal membuka jalan bagi ekonomi biru:
- Perikanan berkelanjutan: kepastian yurisdiksi memudahkan penegakan hukum terhadap IUU fishing (illegal, unreported, unregulated).
- Energi & mineral: ZEE dan landas kontinen mempertegas hak Indonesia atas migas dan mineral kritis di bawah laut.
- Ekowisata bahari: perlindungan wilayah dan tata kelola kawasan pesisir mendorong geliat wisata berbasis konservasi.
Tentu, manfaat ini baru terasa bila kebijakan sektoral—perhubungan laut, perikanan, ESDM, lingkungan hidup—disinergikan. Warisan Hasjim Djalal memberikan pijakan hukum; pekerjaan rumah kita adalah mengoptimalkan tata kelolanya.
Tata Kelola & Penegakan: PR Abadi Negara Maritim
Kekuatan payung hukum saja tidak cukup. Tantangan sehari-hari yang sering ditekankan para ahli (sejalan dengan garis pikir Hasjim Djalal) meliputi:
- Penegakan hukum laut terpadu (koordinasi Bakamla, KPLP, TNI AL, Polair).
- Data & pemantauan: sistem VMS/AIS untuk kapal, pemetaan habitat, serta basis data perizinan yang terintegrasi.
- Kapasitas daerah pesisir: SDM pengawas, sentra nelayan, cold-chain, dan pasar.
- Perubahan iklim: kenaikan muka laut, abrasi, dan dampaknya pada pulau kecil terluar.
Dengan kata lain, arsitetur yang diperjuangkan Hasjim Djalal memberi kerangka, sementara eksekusinya memerlukan investasi institusional, teknologi, dan kemitraan.
Warisan Pemikiran: Laut sebagai Ruang Pengetahuan & Kolaborasi
Salah satu pelajaran dari jejak Hasjim Djalal adalah pentingnya knowledge diplomacy: mengedepankan riset, data, dan dialog teknis untuk menghasilkan kebijakan yang kokoh. Implementasinya hari ini dapat berupa:
- Open-data kelautan: batimetri, arus, stok ikan, dan status ekosistem untuk publik dan peneliti.
- Kolaborasi lintas kampus & lembaga: riset bersama soal migrasi ikan, terumbu karang, hingga jalur pelayaran.
- Forum komunitas maritim: mempertemukan nelayan, peneliti, dan pembuat kebijakan agar kebijakan responsif realitas lapangan.
Spirit Hasjim Djalal mengingatkan: kolektif lebih kuat daripada sektoral—terutama di ruang maritim yang kompleks.
Rekomendasi Kebijakan (Berpijak pada Kerangka yang Sudah Ada)
- Perkuat pengawasan berbasis risiko: prioritaskan area rawan IUU fishing dan jalur padat pelayaran.
- Modernisasi sarana: satelit, drone maritim, dan analitik AI untuk deteksi dini pelanggaran.
- Mainstream climate-proofing: masukkan adaptasi iklim ke rencana pengelolaan ZEE dan pulau kecil.
- Integrasi hilir: koneksikan data penangkapan dengan tata niaga perikanan agar nilai tambah tinggal di daerah pesisir.
- Konsistensi diplomasi kawasan: lanjutkan pola dialog teknis lintas batas untuk isu bersama (tumpang tindih klaim, konservasi migratory species).
Semua butir itu bukan start-from-scratch—mereka membangun dari kerangka yang ikut dirintis Hasjim Djalal.
Mengapa Nama Hasjim Djalal Perlu Lebih Sering Disebut?
- Relevansi lintas zaman: dari era perumusan hingga era eksekusi kebijakan, kerangka hukum laut tetap menjadi tulang punggung.
- Dampak nyata bagi warga: nelayan, pelaut, dan pelaku logistik merasakan kepastian ruang gerak.
- Identitas kebangsaan: konsep negara kepulauan menegaskan jati diri Indonesia sebagai poros maritim yang menyatukan beribu pulau.
Menyebut Hasjim Djalal bukan sekadar memberi penghormatan; itu juga cara mengajarkan generasi baru tentang pentingnya ilmu, dialog, dan daya tahan diplomasi.
Last modified: Oktober 28, 2025